AUDIT KINERJA PADA ORGANISASI SEKTOR
PUBLIK PEMERINTAH
Oleh
: Achmad Badjuri & Elisa Trihapsari
STIE
Stikubank Semarang, STIE Semarang
ABSTRAKSI
Akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan
keuangan pemerintah pusat maupun daerah sebagai organisasi sektor publik
merupakan tujuan penting dari reformasi akuntansi dan administrasi sektor
publik. Untuk dapat memastikan bahwa pengelolaan keuangan pemerintah yang telah
dilakukan aparatur pemerintah , maka fungsi akuntabilitas dan audit atas
pelaporann keuangan sektor publik harus berjalan dengan baik. Seiring dengan
tuntutan masyarakat agar organisasi sektor publik meningkatkan kualitas,
profesionalisme dan akuntabilitas publik dalam menjalankan aktivitasnya,
diperlukan audit yang tidak hanya terbatas pada keuangan dan kepatuhan saja,
tetapi perlu diperluas dengan melakukan audit terhadap kinerja sektor publik.
I. PENDAHULUAN
Selama ini
sektor publik tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi, kolusi,
nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan "birokrat
tidak mampu berbisnis" ditujukan untuk mengkritik buruknya kinerja
perusahaan-perusahaan sektor publik. Pemerintah sebagai salah satu organisasi
sektor publik pun tidak luput dari tudingan ini. Organisasi sektor publik
pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintahan yang sumber
legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang
diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan haruslah diimbangi
dengan adanya pemerintahan yang bersih.
Pemerintahan
yang bersih atau good governance ditandai dengan tiga pilar utama yang
merupakan elemen dasar yang saling berkaitan (Prajogo, 2001). Ketiga elemen
dasar tersebut adalah partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Suatu
pemerintahan yang baik harus membuka pintu yang seluas-luasnya agar semua pihak
yang terkait dalam pemerintahan tersebut dapat berperan serta atau
berpartisipasi secara aktif, jalannya pemerintahan harus diselenggarakan secara
transparan dan pelaksanaan pemerintahan tersebut harus dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam bahasa akuntansi, akuntabilitas (kemampuan
memberikan pertanggungjawaban) merupakan dasar dari pelaporan keuangan (Wilopo,
2001). Pelaporan keuangan pemerintah tersebut memegang peran yang penting agar
dapat memenuhi tugas pemerintahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Fokus
Ekonomi – Vol.3 – No.2 – Agustus 2004
Dalam
negara demokrasi, "pelaporan keuangan yang transparan" merupakan
sesuatu yang dituntut oleh rakyat kepada pemerintahnya. Sebaliknya, dalam
negara demokrasi, pemerintah berkewajiban memberikan laporan keuangan yang
transparan kepada rakyat. Pemerintah demokratis harus bertanggung jawab atas
integritas, kinerja dan kepengurusan, sehingga pemerintah harus menyediakan
informasi yang berguna untuk menaksir akuntabilitas serta membantu dalam
pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik. Pemerintah adalah entitas
pelapor (reporting entity) yang harus membuat laporan keuangan dengan
beberapa pertimbangan berikut : (Partono, 2000) :
- Pemerintah menguasai dan mengendalikan sumber-sumber yang signifikan
- Penggunaan sumber-sumber tersebut oleh pemerintah dapat berdampak luas terhadap kesejahteraan ekonomi rakyat
- Terdapat pemisahan antara manajemen dan pemilikan sumber-sumber tersebut
Laporan
keuangan yang dihasilkan oleh organisasi sektor publik pemerintah merupakan
instrumen utama untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik (Mardiasmo,
2002). Akuntabilitas mengacu pada kewajiban perseorangan, suatu kelompok atau
suatu organisasi yang diasumsikan harus melaksanakan kewenangan dan/atau
pemenuhan tanggung jawab. Kewajiban tersebut meliputi :
- Answering, usaha untuk memberikan penjelasan atau justifikasi untuk pelaksanaan dan/atau pemenuhan tanggung jawab
- Reporting, pelaporan hasil atas pelaksanaan dan/atau pemenuhan
- Producing, asumsi kewajiban atas hasil yang dicapai
Adanya
tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik
menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan informasi
kepada publik, salah satunya melalui informasi akuntansi yang berupa laporan
keuangan. Dilihat dari sisi internal organisasi, laporan keuangan sektor publik
merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasi.
Sedangkan dari sisi eksternal, laporan keuangan merupakan alat
pertanggungjawaban kepada publik dan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Menurut GASB, tujuan laporan keuangan sektor publik adalah (Mardiasmo, 2002) :
- Mempertanggungjawabkan pelaksanaan fungsinya (demonstrating accountability)
- Melaporkan hasil operasi (reporting operating result)
- Melaporkan kondisi keuangan (reporting financial condition)
- Melaporkan sumber daya jangka panjang (reporting long live resources)
Seiring
dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik
mempertahankan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value
for money dalam menjalankan aktivitasnya serta untuk menjamin dilakukannya
pertanggungjawaban publik oleh organisasi sektor publik, maka diperlukan audit
terhadap organisasi sektor publik tersebut. Audit yang dilakukan tidak hanya
terbatas pada audit keuangan dan kepatuhan, namun perlu diperluas dengan
melakukan audit terhadap kinerja organisasi sektor publik tersebut.
II. JENIS-JENIS AUDIT DALAM AUDIT SEKTOR PUBLIK
Audit yang
dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada
sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar
belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik pemerintah
mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas
dibanding audit sektor swasta (Wilopo, 2001).
Secara
umum, ada tiga jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan (financial
audit), audit kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja (performance
audit). Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan
pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi
keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar. Audit kepatuhan adalah audit
yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk pelayanan
masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang peraturan.
Dalam audit kepatuhan terdapat asas kepatutan selain kepatuhan (Harry Suharto,
2002). Dalam kepatuhan yang dinilai adalah ketaatan semua aktivitas sesuai
dengan kebijakan, aturan, ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan
kepatutan lebih pada keluhuran budi pimpinan dalam mengambil keputusan. Jika
melanggar kepatutan belum tentu melanggar kepatuhan.
Audit yang
ketiga adalah audit kinerja yang merupakan perluasan dari audit keuangan dalam
hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada
tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja
entitas atau fungsi yang diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang
sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat
melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi,
efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap
kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja
yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
III.
AUDIT KINERJA SEKTOR PUBLIK PEMERINTAH
Kinerja
suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang baik bagi suatu
organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang
bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisien dan efektif. Konsep
ekonomi, efisiensi dan efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak
dapat diartikan secara terpisah. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input
yang digunakan dalam operasional organisasi dapat diminimalkan. Konsep efisien
memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan sumber daya yang
tersedia. Sedangkan konsep efektif berarti bahwa jasa yang
disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa
dnegan tepat.
Jadi,
audit yang dilakukan dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi dan
efektivitas. Audit ekonomi dan efisiensi disebut management audit atau operational
audit, sedangkan audit efektivitas disebut program audit. Istilah
lain untuk performance audit adalah Value for Money Audit atau
disingkat 3E’s audit (economy, efficiency and effectiveness audit).
Penekanan kegiatan audit pada ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu organisasi
memberikan ciri khusus yang membedakan audit kinerja dengan audit jenis
lainnya.
Berikut
ini adalah karakteristik audit kinerja yang merupakan gabungan antara audit
manajemen dan audit program.
3E
Ekonomi
Efektivitas
Efisiensi
Audit Kinerja/ Value Money for
Audit
Audit Program
Audit Manajemen
A. Audit Ekonomi dan Efisiensi
Konsep
yang pertama dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah ekonomi, yang
berarti pemerolehan input dengan kualitas dan kuantits tertentu pada harga yang
terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang
dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi
sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan, yaitu
dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
Konsep
kedua dalam penegelolaan organisasi sektor publik adalah efisiensi, yang
berarti pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan
input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan
output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah
ditetapkan.
Dapat
disimpulkan bahwa ekonomi mempunyai arti biaya terendah, sedangkan efisiensi
mengacu pada rasio terbaik antara output dengan biaya (input). Karena output
dan biaya diukur dalam unit yang berbeda, maka efisiensi dapat terwujud ketika
dengan sumber daya yang ada dapat dicapai output yang maksimal atau output
tertentu dapat dicapai dengan sumber daya yang sekecil-kecilnya.
Audit
ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan bahwa suatu entitas telah
memperoleh, melindungi, menggunakan sumber dayanya (karyawan, gedung, ruang dan
peralatan kantor) secara ekonomis dan efisien. Selain itu juga bertujuan untuk
menentukan dan mengidentifikasi penyebab terjadinya praktik-praktik yang tidak
ekonomis atau tidak efisien, termasuk ketidakmampuan organisasi dalam mengelola
sistem informasi, prosedur administrasi dan struktur organisasi
Menurut The
General Accounting Office Standards (1994), beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam audit ekonomi dan efisiensi, yaitu dengan
mempertimbangkan apakah entitas yang diaudit telah: (1) mengikuti ketentuan
pelaksanaan pengadaan yang sehat; (2) melakukan pengadaan sumber daya (jenis,
mutu dan jumlah) sesuai dengan kebutuhan pada biaya terendah; (3) melindungi
dan memelihara semua sumber daya yang ada secara memadai; (4) menghindari
duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan atau kurang jelas
tujuannya; (5) menghindari adanya pengangguran sumber daya atau jumlah pegawai
yang berlebihan; (6) menggunakan prosedur kerja yang efisien; (7) menggunakan
sumber daya (staf, peralatan dan fasilitas) yang minimum dalam menghasilkan
atau menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas dan kualitas yang tepat; (8)
mematuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perolehan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya Negara; (9) melaporkan
ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kehematan dan
efisiensi (Mardiasmo, 2002)
Untuk
dapat mengetahui apakah organisasi telah menghasilkan output yang optimal
dengan sumber daya yang dimilikinya, auditor dapat membandingkan output yang
telah dicapai pada periode yang bersangkutan dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya, kinerja tahun-tahun sebelumnya dan unit lain pada
organisasi yang sama atau pada organisasi yang berbeda.
B. Audit Efektivitas
Konsep
yang ketiga dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah efekivitas.
Efektivitas berarti tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapkan. Efektivitas merupakan perbandingan antara outcome dengan
output. Outcome seringkali dikaitkan dengan tujuan (objectives)
atau target yang hendak dicapai. Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas
berkaitan dengan pencapaian tujuan. Sedangkan menurut Audit Commission (1986)
disebutkan bahwa efektivitas berarti menyediakan jasa-jasa yang benar sehingga
memungkinkan pihak yang berwenang untuk mengimplementasikan kebijakan dan
tujuannya (Mardiasmo, 2002).
Audit
efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat pencapaian hasil atau manfaat
yang diinginkan, kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya dan
menentukan apakah entitas yang diaudit telah mempertimbangkan alternatif lain
yang memberikan hasil yang sama dengan biaya yang paling rendah. Secara lebih
rinci, tujuan pelaksanaan audit efektivitas atau audit program adalah dalam
rangka: (1) menilai tujuan program, baik yang baru maupun yang sudah berjalan,
apakah sudah memadai dan tepat; (2) menentukan tingkat pencapaian hasil suatu
program yang diinginkan; (3) menilai efektivitas program dan atau unsur-unsur
program secara terpisah; (4) mengidentifikasi faktor yang menghambat
pelaksanaan kinerja yang baik dan memuaskan; (5) menentukan apakah manajemen
telah mempertimbangkan alternatif untuk melaksanakan program yang mungkin dapat
memberikan hasil yang lebih baik dan dengan biaya yang lebih rendah; (6)
menentukan apakah program tersebut saling melengkapi, tumpang-tindih atau
bertentangan dengan program lain yang terkait; (7) mengidentifikasi cara untuk dapat
melaksanakan program tersebut dengan lebih baik; (8) menilai ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk program tersebut; (9) menilai
apakah sistem pengendalian manajemen sudah cukup memadai untuk mengukur,
melaporkan dan memantau tingkat efektivitas program; (10) menentukan apakah
manajemen telah melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan
mengenai efektivitas program
Efektivitas
berkenaan dengan dampak suatu output bagi pengguna jasa. Untuk mengukur
efektivitas suatu kegiatan harus didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Jika hal ini belum tersedia, auditor bekerja sama dengan manajemen
puncak dan badan pembuat keputusan untuk menghasilkan kriteria tersebut dengan
berpedoman pada tujuan pelaksanaan suatu program. Meskipun efektivitas suatu
program tidak dapat diukur secara langsung, ada beberapa alternatif yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu program, yaitu mengukur
dampak/pengaruh, evaluasi oleh konsumen dan evaluasi yang menitikberatkan pada
proses, bukan pada hasil.
Tingkat
komplain dan tingkat permintaan dari pengguna jasa dapat dijadikan sebagai
pengukuran standar kinerja yang sederhana untuk berbagai jasa. Evaluasi
terhadap pelaksanaan suatu program hendaknya mempertimbangkan apakah program
tersebut relevan atau realistis, apakah ada pengaruh dari program tersebut,
apakah program telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan apakah ada
cara-cara yang lebih baik dalam mencapai hasil.
C. Struktur Audit Kinerja
Sebelum
melakukan audit, auditor terlebih dahulu harus memperoleh informasi umum
organisasi guna mendapatkan pemahaman yang memadai tentang lingkungan
organisasi yang diaudit, struktur organisasi, misi organisasi, proses kerja
serta sistem informasi dan pelaporan. Pemahaman lingkungan masing-masing
organisasi akan memberikan dasar untuk memperoleh penjelasan dan analisis ynag
lebih mendalam mengenai sistem pengendalian manajemen.
Berdasarkan
hasil analisis terhadap kelemahan dan kekuatan sistem pengendalian dan pemahaman
mengenai keluasan (scope), validitas dan reabilitas informasi kinerja
yang dihasilkan oleh entitas/organisasi, auditor kemudian menetapkan kriteria
audit dan mengembangkan ukuran-ukuran kinerja yang tepat. Berdasarkan rencana
kerja yang telah dibuat, auditor melakukan pengauditan, mengembangkan
hasil-hasil temuan audit dan membandingkan antara kinerja yang dicapai dengan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil temuan kemudian dilaporkan
kepada pihak-pihak yang membutuhkan yang disertai dengan rekomendasi yang
diusulkan oleh auditor. Pada akhirnya, rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan
oleh auditor akan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berwenang.
Struktur
audit kinerja terdiri atas tahap pengenalan dan perencanaan, tahap pengauditan,
tahap pelaporan dan tahap penindaklanjutan. Pada tahap pengenalan dilakukan
survei pendahuluan dan review sistem pengendalian manajemen. Pekerjaan
yang dilakukan pada survei pendahuluan dan review sistem pengendalian
manajemen bertujuan untuk menghasilkan rencana penelitian yang detail yang
dapat membantu auditor dalam mengukur kinerja dan mengembangkan temuan
berdasarkan perbandingan antara kinerja dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Tahap
pengauditan dalam audit kinerja terdiri dari tiga elemen, yaitu telaah
hasil-hasil program, telaah ekonomi dan efisiensi dan telaah kepatuhan.
Tahapan-tahapan dalam audit kinerja disusun untuk membantu auditor dalam
mencapai tujuan audit kinerja. Review hasil-hasil program akan membantu
auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar. Review
ekonomis dan efisiensi akan mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas
telah melakukan sesuatu yang benar secara ekonomis dan efisien. Review
kepatuhan akan membantu auditor untuk menentukan apakah entitas telah melakukan
segala sesuatu dengan cara-cara yang benar, sesuai dengan peraturan dan hukum
yang berlaku. Masing-masing elemen tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri
atau secara bersama-sama, tergantung pada sumber daya yang ada dan pertimbangan
waktu.
Tahap
pelaporan merupakan tahapan yang harus dilaksanakan karena adanya tuntutan yang
tinggi dari masyarakat atas pengelolaan sumber daya publik. Hal tersebut
menjadi alasan utama untuk melaporkan keseluruhan pekerjaan audit kepada pihak
manajemen, lembaga legislatif dan masyarakat luas. Penyampaian hasil-hasil
pekerjaan audit dapat dilakukan secara formal dalam bentuk laporan tertulis
kepada lembaga legislatif maupun secara informal melalui diskusi dengan pihak
manajemen. Namun demikian, akan lebih baik bila laporan audit disampaikan
secara tertulis, karena pengorganisasian dan pelaporan temuan-temuan audit
secara tertulis akan membuat hasil pekerjaan yang telah dilakukan menjadi lebih
permanen. Selain itu, laporan tertulis juga sangat penting untuk akuntabilitas
publik. Laporan tertulis merupakan ukuran yang nyata atas nilai sebuah
pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Laporan yang disajikan oleh auditor
merupakan kriteria yang penting bagi kesuksesan atau kegagalan pekerjaannya.
Tahapan
yang terakhir adalah tahap penindaklanjutan, dimana tahap ini didesain untuk
memastikan/memberikan pendapat apakah rekomendasi yang diusulkan oleh auditor
sudah diimplentasikan. Prosedur penindaklanjutan dimulai dengan tahap
perencanaan melalui pertemuan dengan pihak manajemen untuk mengetahui
permasalahan yang dihadapi organisasi dalam mengimplementasikan rekomendasi
auditor. Selanjutnya, auditor mengumpulkan data-data yang ada dan melakukan
analisis terhadap data-data tersebut untuk kemudian disusun dalam sebuah
laporan.
IV. PERLUNYA MENJAGA KUALITAS AUDIT SEKTOR PUBLIK
Audit
sektor publik tidak hanya memeriksa serta menilai kewajaran laporan keuangan
sektor publik, tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintahan terhadap
undang-undang dan peraturan yang berlaku. Disamping itu, auditor sektor publik
juga memeriksa dan menilai sifat-sifat hemat (ekonomis), efisien serta
keefektifan dari semua pekerjaan, pelayanan atau program yang dilakukan
pemerintah. Dengan demikian, bila kualitas audit sektor publik rendah, akan
mengakibatkan risiko tuntutan hukum (legitimasi) terhadap pejabat pemerintah
dan akan muncul kecurangan, korupsi, kolusi serta berbagai ketidakberesan.
a. Kapabilitas Teknikal Auditor
Kualitas
audit sektor publik pemerintah ditentukan oleh kapabilitas teknikal auditor dan
independensi auditor (Wilopo, 2001). Kapabilitas teknikal auditor telah diatur
dalam standar umum pertama, yaitu bahwa staf yang ditugasi untuk melaksanakan
audit harus secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
tugas yang disyaratkan, serta pada standar umum yang ketiga, yaitu bahwa dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Disamping standar umum,
seluruh standar pekerjaan lapangan juga menggambarkan perlunya kapabilitas
teknikal seorang auditor.
b. Independensi Auditor
Independensi
auditor diperlukan karena auditor sering disebut sebagai pihak pertama dan
memegang peran utama dalam pelaksanaan audit kinerja, karena auditor dapat
mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen dari organisasi yang
diaudit, memiliki kemampuan profesional dan bersifat independen. Walaupun pada
kenyataannya prinsip independen ini sulit untuk benar-benar dilaksanakan secara
mutlak, antara auditor dan auditee harus berusaha untuk menjaga independensi
tersebut sehingga tujuan audit dapat tercapai. Independensi auditor merupakan
salah satu dasar dalam konsep teori auditing. Dalam hal ini ada dua aspek
independensi, yaitu independensi yang sesungguhnya (real independence)
dari para auditor secara individual dalam menyelesaikan pekerjaannya, yang
biasa disebut dengan "practitioner independence". Real
independence dari para auditor secara individual mengandung dua arti, yaitu
kepercayaan diri (self reliance) dari setiap personalia dan pentingnya
istilah yang berkaitan dengan opini auditor atas laporan keuangan. Aspek
independensi yang kedua adalah independensi yang muncul/tampak (independence
in appearance) dari para auditor sebagai kelompok profesi yang biasa
disebut "profession independence".
Disamping
dua aspek di atas, independensi memiliki tiga dimensi, yaitu independensi dalam
mebuat program, independensi dalam melakukan pemeriksaan dan independensi dalam
membuat laporan. Independensi dalam membuat program meliputi bebas dari campur
tangan dan perselisihan dengan auditee yang dimaksudkan untuk membatasi,
menetapkan dan mengurangi berbagai bagian audit; bebas dari campur tangan
dengan atau suatu sikap yang tidak kooperatif yang berkaitan dengan prosedur
yang dipilih dan bebas dari berbagai usaha yang dikaitkan dengan pekerjaan
audit untuk mereview selain dari yang diberikan dalam proses audit.
Independensi
dalam melakukan pemeriksaan meliputi akses langsung dan bebas terhadap semua
buku, catatan, pejabat dan karyawan serta sumber-sumber yang berkaitan dengan
kegiatan, kewajiban dan sumber daya yang diperiksa; kerja sama yang aktif dari
pimpinan yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan; bebas dari berbagai
usaha pihak diperiksa untuk menentukan kegiatan pemeriksaan atau untuk
menentukan dapat diterimanya suatu bukti dan bebas dari kepentingan dan
hubungan pribadi yang mengakibatkan pembatasan pengujian atas berbagai kegiatan
dan catatan
Independensi
dalam membuat laporan meliputi bebas dari berbagai perasaan loyal atau
kewajiban untuk mengurangi dampak dari fakta-fakta yang dilaporkan; pengabaian
penggunaan yang sengaja atau tidak sengaja dari bahasa yang mendua dalam
pernyataan fakta, pendapat dan rekomendasi serta dalam penafsirannya dan bebas
dari berbagai usaha untuk menolak pertimbangan auditor sebagai kandungan yang
tepat dari laporan audit, baik dalam hal yang faktual maupun opininya
Jadi,
untuk meningkatkan sikap independensi auditor sektor publik, maka kedudukan
auditor sektor publik baik secara pribadi maupun kelembagaan, harus terbebas
dari pengaruh dan campur tangan serta terpisah dari pemerintah. Auditor yang
independen dapat menyampaikan laporannya kepada semua pihak secara netral.
V. PENUTUP
Selama ini
sektor publik/pemerintah tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi,
kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara, padahal sektor
publik merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintahan yang sumber
legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang
diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan haruslah diimbangi
dengan adanya pemerintahan yang bersih.
Seiring
dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik mempertahankan
kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value for money
dalam menjalankan aktivitasnya, diperlukan audit terhadap organisasi sektor
publik tersebut. Akan tetapi, audit yang dilakukan tidak hanya terbatas pada
audit keuangan dan kepatuhan saja, namun perlu diperluas dengan melakukan audit
terhadap kinerja organisasi sektor publik tersebut.
Audit
kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian
ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Audit
kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara
independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian
hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum
yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
Kemampuan
mempertanggungjawabkan (akuntabilitas) dari sektor publik pemerintah sangat
tergantung pada kualitas audit sektor publik. Tanpa kualitas audit yang baik,
maka akan timbul permasalahan, seperti munculnya kecurangan, korupsi, kolusi
dan berbagai ketidakberesan di pemerintahan. Kualitas audit sektor publik
dipengaruhi oleh kapabilitas teknikal auditor serta independensi auditor baik
secara pribadi maupun kelembagaan. Untuk meningkatkan sikap independensi
auditor sektor publik, maka kedudukan auditor sektor publik harus terbebas dari
pengaruh dan campur tangan serta terpisah dari pemerintah, baik secara pribadi
maupun kelembagaan.
REFERENSI
Harry
Suharto. 2002. "Compliance Audit Pemerintah Daerah". Media
Akuntansi. Edisi 26. Mei – Juni. pp. 14 – 15
Ikatan
Akuntan Indonesia. 2000. Exposure Draft Standar Akuntansi Keuangan Sektor
Publik. Jakarta.
_______.
2002. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2002. Salemba Empat.
Jakarta.
Mardiasmo.
2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
_______.
2002. "Elaborasi Reformasi Akuntansi Sektor Publik: Telaah Kritis terhadap
Upaya Aktualisasi Kebutuhan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah". Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia. FE UII Yogyakarta. Vol. 6 No. 1. Juni.
pp. 63 – 82.
Partono.
2000. "Laporan Keuangan Pemerintah: Upaya Menuju Transparansi dan
Akuntabilitas". Media Akuntansi. Edisi 14. Oktober. pp. 25 – 26.
Prajogo.
2001. "Perspektif Pemeriksa terhadap Implementasi Standar Akuntansi
Keuangan Sektor Publik". Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik.
Kompartemen Akuntan Sektor Publik Ikatan Akuntan Indonesia. Vol. 02 No. 02.
Agustus. pp. 1 – 8.
Republik
Indonesia. 1999. Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
_______.
2000. Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
_______.
2000 Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 2000 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban kepada Daerah.
Wilopo.
2001. "Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas Audit pada Sektor
Publik/Pemerintah". Ventura. STIE Perbanas Surabaya. Vol. 4 No. 1.
Juni. pp. 27 – 32.